Never Give Up

Selasa, 20 Oktober 2015

LAMBANG PALANG MERAH DAN BULAN SABIT MERAH INTERNASIONAL









LAMBANG PALANG MERAH 
DAN BULAN SABIT MERAH INTERNASIONAL 

A. Sejarah Lambang 
Lambang Palang Merah 
Sebelum Lambang Palang Merah diadopsi sebagai Lambang yang netral untuk memberikan pertolongan kepada tentara  yang  terluka  di  medan  perang, pada  waktu  itu  setiap  pelayanan  medis  kemiliteran  memiliki  tanda  pengenal sendiri-sendiri dengan warna yang berbeda-beda. Austria misalnya, menggunakan bendera putih. Perancis menggunakan bendera merah  dan Spanyol menggunakan  bendera  kuning. Akibatnya, walaupun  tentara  tahu  apa  tanda  pengenal  dari personel medis mereka, namun biasanya mereka tidak tahu apa tanda pengenal personel medis lawan mereka. Pelayanan medis pun tidak dianggap sebagai pihak yang netral. Melainkan dipandang sebagai bagian dari kesatuan tentara, sehingga 
tanda pengenal  tersebut bukannya memberi  perlindungan  namun  juga dianggap  sebagai  target bagi  tentara  lawan yang mengetahui apa artinya. Lambat  laun  muncul  pemikiran  yang  mengarah  kepada  pentingnya  mengadopsi  Lambang  yang  menawarkan status netral kepada mereka yang membantu korban luka dan menjamin pula perlindungan mereka yang membantu di medan  perang.  Kepentingan  tersebut  menuntut  dipilihnya  hanya  satu  Lambang.  Namun  yang  menjadi  masalah kemudian,  adalah memutuskan  bentuk Lambang  yang  akan  digunakan  oleh  personel medis  sukarela  di medan  perang. Dalam suatu kurun waktu,  ikat  lengan berwarna putih dipertimbangkan sebagai salah satu kemungkinan. Namun, warna 
putih  telah  digunakan  dalam  konflik  bersenjata  oleh  pembawa  bendera  putih  tanda  gencatan  senjata,  khususnya  untuk menyatakan  menyerah.  Penggunaan  warna  putih  pun  dapat  menimbulkan  kebingungan  sehingga  perlu  dicari  suatu kemungkinan Lambang lainnya.  
Delegasi dari Konferensi Internasional tahun 1863 akhirnya memilih Lambang Palang Merah di atas dasar putih, warna  kebalikan dari bendera nasional Swiss  (palang putih diatas dasar merah)  sebagai bentuk penghormatan  terhadap Negara  Swiss  yang  memfasilitasi  berlangsungnya  Konferensi  Internasional  saat  itu.  Bentuk  Palang  Merah  pun memberikan  keuntungan  teknis  karena  dinilai  memiliki  desain  yang  sederhana  sehingga  mudah  dikenali  dan  mudah dibuat.  Selanjutnya  pada  tahun  1863, Konferensi  Internasional  bertemu  di  Jenewa  dan  sepakat mengadopsi  Lambang Palang Merah di atas dasar putih sebagai tanda pengenal perhimpunan bantuan bagi tentara yang terluka – yang kemudian 
berubah menjadi  Perhimpunan Nasional  Palang Merah.  Pada  tahun  1864, Lambang  Palang Merah  di  atas  dasar  putih secara resmi diakui sebagai tanda pengenal pelayanan medis angkatan bersenjata.   

Lambang Bulan Sabit Merah 
Delegasi dari Konferensi 1863  tidak memiliki sedikitpun niatan untuk menampilkan sebuah simbol kepentingan tertentu,  dengan mengadopsi  Palang Merah  di  atas  dasar  putih. Namun  pada  tahun  1876  saat Balkan  dilanda  perang, sejumlah  pekerja  kemanusiaan  yang  tertangkap  oleh  Kerajaan  Ottoman  (saat  ini  Turki)  dibunuh  semata-mata  karena mereka memakai ban lengan dengan gambar Palang Merah. Ketika Kerajaan diminta penjelasan mengenai hal ini, mereka menekankan  mengenai  kepekaan  tentara  kerajaan  terhadap  Lambang  berbentuk  palang  dan  mengajukan  agar Perhimpunan Nasional dan pelayanan medis militer mereka diperbolehkan untuk menggunakan Lambang yang berbeda 
yaitu  Bulan  Sabit Merah.  Gagasan  ini  perlahan-lahan mulai  diterima  dan memperoleh  semacam  pengesahan  dalam bentuk  “reservasi”  dan  pada Konferensi  Internasional  tahun  1929  secara  resmi  diadopsi  sebagai Lambang  yang  diakui dalam Konvensi, bersamaan dengan Lambang Singa dan Matahari Merah di atas dasar putih yang saat itu dipilih oleh Persia  (saat  ini  Iran).  Tahun  1980,  Republik  Iran memutuskan  untuk  tidak  lagi menggunakan  Lambang  tersebut  dan 
memilih memakai Lambang Bulan Sabit Merah. 

Lambang Kristal Merah 
Pada  Konferensi  Internasional  yang  ke-29  tahun  2006,    sebuah  keputusan  penting  lahir,  yaitu  diadopsinya Lambang Kristal Merah  sebagai Lambang  keempat  dalam Gerakan  dan memiliki  status  yang  sama  dengan Lambang lainnya yaitu Palang Merah dan Bulan Sabit Merah. Konferensi Internasional yang mengesahkan Lambang Kristal Merah tersebut, mengadopsi Protocol Tambahan  III  tentang penambahan Lambang Kristal Merah untuk Gerakan, yang  sudah disahkan sebelumnya pada Konferensi Diplomatik tahun 2005.  Usulan membuat Lambang keempat, yaitu Kristal Merah, diharapkan  dapat menjadi  jawaban,  ketika  Lambang  Palang Merah  dan  Bulan  Sabit Merah  tidak  bisa  digunakan  dan 
„masuk‟  ke  suatu  wilayah  konflik.  Mau  tidak  mau,  perlu  disadari  bahwa  masih  banyak  pihak  selain  Gerakan  yang menganggap bahwa Lambang terkait dengan simbol kepentingan tertentu.  
Penggunaan Lambang Kristal Merah sendiri pada akhirnya memilliki dua pilihan yaitu: dapat digunakan  secara penuh  oleh  suatu Perhimpunan Nasional,  dalam  arti mengganti Lambang Palang Merah  atau Bulan  Sabit Merah  yang sudah  digunakan  sebelumnya,  atau menggunakan  Lambang Kristal Merah  dalam waktu  tertentu  saja  ketika  Lambang lainnya  tidak  dapat  diterima  di  suatu  daerah.  Artinya,  baik  Perhimpunan  Nasional,  ICRC  dan  Federasi  pun  dapat menggunakan Lambang Kristal Merah dalam suatu operasi kemanusiaan  tanpa mengganti kebijakan merubah Lambang 
sepenuhnya.  

B. Ketentuan Lambang 
Bentuk dan Penggunaan 
Ketentuan mengenai bentuk dan penggunaan Lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah ada dalam: 
1.  Konvensi Jenewa I Pasal 38 – 45 
2.  Konvensi Jenewa II Pasal 41 – 45 
3.  Protokol 1 Jenewa tahun 1977 
4.  Ketetapan Konferensi Internasional Palang Merah XX tahun 1965 
5.  Hasil Kerja Dewan Delegasi Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional tahun 1991  
Pada penggunaannya, penempatan Lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah tidak boleh sampai menyentuh pinggiran dan dasar putihnya. Lambang harus utuh dan tidak boleh ditambah lukisan, gambar atau tulisan. Pada Lambang Bulan  Sabit Merah,  arah menghadapnya  (ke  kanan  atau  ke  kiri)  tidak  ditentukan,  terserah  kepada  Perhimpunan  yang menggunakannya. 
Selanjutnya,  aturan  penggunaan  Lambang  bagi  Perhimpunan  Nasional  maupun  bagi  lembaga  yang  menjalin kerjasama  dengan  Perhimpunan  Nasional,  misalnya  untuk  penggalangan  dana  dan  kegiatan  sosial  lainnya  tercantum dalam  “Regulations  on  the Use  of  the  Emblem  of  the  Red  Cross  and  of  the  Red Crescent  by National  Societies”. 
Peraturan ini, yang diadopsi di Budapest bulan November 1991, mulai berlaku sejak 1992.   

Fungsi Lambang 
Telah ditentukan bahwa Lambang memiliki fungsi untuk : 
  Tanda Pengenal yang berlaku di waktu damai 
  Tanda Perlindungan yang berlaku diwaktu damai dan perang/konflik  
Apabila digunakan sebagai Tanda Pengenal, Lambang  tersebut harus dalam ukuran kecil, berfungsi pula untuk mengingatkan bahwa institusi di atas bekerja sesuai dengan Prinsip-prinsip Dasar Gerakan. Pemakaian Lambang sebagai Tanda Pengenal  juga menunjukan bahwa seseorang, sebuah kendaraan atau bangunan berkaitan dengan Gerakan. Untuk itu,  Gerakan  secara  organisasi  dapat  mengatur  secara  teknis  penggunaan  Tanda  Pengenal  misalnya  dalam  seragam, bangunan, kendaraan dan sebagainya. Penggunaan Lambang sebagai Tanda Pengenal pun harus didasarkan pada undang-undang nasional mengenai Lambang untuk Perhimpunan Nasionalnya.  
Apabila  Lambang  digunakan  sebagai  tanda  pelindung,  Lambang  tersebut  harus  menimbulkan  sebuah  reaksi otomatis untuk menahan diri dan menghormati di antara kombatan. Lambang harus selalu ditampakkan dalam bentuknya yang asli. Dengan kata lain, tidak boleh ada sesuatupun yang ditambahkan padanya – baik terhadap Palang Merah, Bulan Sabit Merah ataupun pada dasarnya yang putih. Karena Lambang tersebut harus dapat dikenali dari jarak sejauh mungkin, ukurannya harus besar, yaitu sebesar yang diperlukan dalam situasi perang. Lambang menandakan adanya perlindungan bagi: 
  Personel medis dan keagamaan angkatan bersenjata 
  Unit dan fasilitas medis angkatan bersenjata 
  Unit  dan  transportasi medis  Perhimpunan Nasional  apabila  digunakan  sebagai  perbantuan  terhadap  pelayanan 
medis angkatan bersenjata 
  Peralatan Medis 

 Penyalahgunaan Lambang 
Setiap  negara  peserta  Konvensi  Jenewa  memiliki  kewajiban  membuat  peraturan  atau  undang-undang  untuk mencegah dan mengurangi penyalahgunaan Lambang. Negara secara khusus harus mengesahkan suatu peraturan untuk melindungi  Lambang  Palang  Merah  dan  Bulan  Sabit  Merah.  Dengan  demikian,  pemakaian  Lambang  yang  tidak diperbolehkan  oleh  Konvensi  Jenewa  dan  Protokol  Tambahan  merupakan  pelanggaran  hukum.  
Bentuk-bentuk penyalahgunaan Lambang yaitu: 
> Peniruan (Imitation):  
Penggunaan  tanda-tanda  yang  dapat  disalah  artikan  sebagai  lambang  Palang  Merah  atau  bulan  sabit  merah (misalnya warna dan bentuk yang mirip). Biasanya digunakan untuk tujuan komersial. 
> Penggunaan yang Tidak Tepat (Usurpation):  
Penggunaan  lambang  Palang  Merah  atau  bulan  sabit  merah  oleh  kelompok  atau  perseorangan  (perusahaan  komersial, organisasi non-pemerintah, perseorangan, dokter swasta, apoteker dsb) atau penggunaan  lambang oleh orang yang berhak namun digunakan untuk tujuan yang tidak sesuai dengan Prinsip-prinsip Dasar Gerakan (misalnya seseorang yang  berhak menggunakan  lambang  namun menggunakannya  untuk  dapat melewati  batas  negara  dengan  lebih mudah 
pada saat tidak sedang tugas). 
> Penggunaan yang Melanggar Ketentuan/Pelanggaran Berat (Perfidy/Grave misuse) 
Penggunaan  lambang  Palang Merah  atau  bulan  sabit  merah  dalam  masa  perang  untuk  melindungi  kombatan bersenjata  atau  perlengkapan militer  (misalnya  ambulans  atau  helikopter  ditandai  dengan  lambang  untuk mengangkut kombatan  yang  bersenjata;  tempat  penimbunan  amunisi  dilindungi  dengan  bendera  Palang Merah)  dianggap  sebagai kejahatan perang. 

KEPALANGMERAHAN

GERAKAN PALANG MERAH 
DAN BULAN SABIT MERAH INTERNASIONAL 

A. Sejarah Gerakan

Perang Solferino
Pada  tanggal  24  Juni  1859  di Solferino,  sebuah  kota  kecil  yang  terletak  di  daratan  rendah Propinsi Lambordi,
sebelah utara Italia, berlangsung pertempuran sengit antara prajurit Perancis dan Austria. Pertempuran yang berlangsung
sekitar 16  jam dan melibatkan 320.000 orang prajurit  itu, menelan puluhan  ribu korban  tewas dan  luka-luka. Sekitar 40
ribu orang meninggal dalam pertempuran.
Banyaknya  prajurit  yang  menjadi  korban,  dimana  pertempuran  berlangsung  antar  kelompok  yang  saling
berhadapan, memang merupakan karakteristik perang yang berlangsung pada jaman itu. Tak ubahnya seperti pembantaian
massal yang menghabisi ribuan orang pada satu waktu. Terlebih lagi, komandan militer tidak memperhatikan kepentingan
orang yang terluka untuk mendapatkan pertolongan dan perawatan. Mereka hanya dianggap sebagai „makanan meriam‟.
Ribuan  mayat  tumpang  tindih  dengan  mereka  yang  terluka  tanpa  pertolongan.  Jumlah  ahli  bedah  pun  sangat  tidak
mencukupi. Saat  itu, hanya ada empat orang dokter hewan yang merawat seribu kuda serta seorang dokter untuk seribu
orang. Pertempuran tersebut pada akhirnya dimenangkan oleh Perancis.
Akibat  perang  dengan  pemandangannya  yang  sangat  mengerikan  itu,  menggugah  Henry  Dunant,  seorang
pengusaha  berkebangsaan  Swiss  (1828  –  1910)  yang  kebetulan  lewat  dalam  perjalanannya  untuk  menemui  Kaisar
Napoleon  III  guna  keperluan  bisnis. Namun menyaksikan  pemandangan  yang  sangat mengerikan  akibat  pertempuran,
membuat kesedihannya muncul dan terlupa akan tujuannya bertemu dengan kaisar. Dia mengumpulkan orang-orang dari
desa-desa sekitarnya dan tinggal di sana selama tiga hari untuk sungguh-sungguh menghabiskan waktunya guna merawat
orang yang terluka.
Ribuan  orang  yang  terluka  tanpa  perawatan  dan  dibiarkan mati  di  tempat  karena  pelayanan medis  yang  tidak
mencukupi  jumlahnya dan  tidak memadai dalam  tugas/keterampilan, membuatnya  sangat  tergugah. Kata-kata bijaknya
yang  diungkapkan  saat  itu,  Siamo  tutti  fratelli  (Kita  semua  saudara), membuka  hati  para  sukarelawan  untuk melayani
kawan maupun lawan tanpa membedakannya.

Komite Internasional
Sekembalinya Dunant ke Swiss, membuatnya  terus dihantui oleh mimpi buruk yang disaksikannya di Solferino.
Untuk menghilangkan bayangan buruk dalam pikirannya dan untuk menarik perhatian dunia  akan kenyataan kejamnya
perang, ditulisnya sebuah buku dan diterbitkannya dengan biaya sendiri pada bulan November 1862. Buku itu diberi judul
“Kenangan dari Solferino” (Un Souvenir De Solferino).
Buku itu mengandung dua gagasan penting yaitu:
  Perlunya mendirikan perhimpunan bantuan di setiap negara yang terdiri dari sukarelawan untuk merawat orang
yang terluka pada waktu perang.
  Perlunya  kesepakatan  internasional  guna  melindungi  prajurit  yang  terluka  dalam medan  perang  dan  orang-
orang yang merawatnya serta memberikan status netral kepada mereka.
Selanjutnya Dunant mengirimkan buku itu kepada keluarga-keluarga terkemuka di Eropa dan juga para pemimpin
militer,  politikus,  dermawan  dan  teman-temannya.  Usaha  itu  segera  membuahkan  hasil  yang  tidak  terduga.  Dunant
diundang  kemana-mana  dan  dipuji  dimana-mana.  Banyak  orang  yang  tertarik  dengan  ide  Henry  Dunant,  termasuk
Gustave Moynier,  seorang  pengacara  dan  juga  ketua  dari The Geneva  Public Welfare  Society  (GPWS). Moynier  pun
mengajak Henry Dunant untuk mengemukakan idenya dalam pertemuan GPWS yang berlangsung pada 9 Februari 1863
di  Jenewa.  ternyata,  160 dari  180 orang  anggota GPWS mendukung  ide Dunant. Pada  saat  itu  juga  ditunjuklah  empat
orang anggota GPWS dan dibentuklah KOMITE LIMA untuk memperjuangkan terwujudnya ide Henry Dunant.  Mereka
adalah :
1.  Gustave Moynier
2.  dr. Louis Appia
3.  dr. Theodore Maunoir
4.  Jenderal Guillame-Hendri Dufour
Adapun  Henry  Dunant,  walaupun  bukan  anggota  GPWS,  namun  dalam  komite  tersebut  ditunjuk  menjadi
sekretaris.  Pada  tanggal  17  Februari  1863, Komite Lima  berganti  nama menjadi  Komite Tetap  Internasional  untuk
Pertolongan Prajurit yang Terluka sekaligus mengangkat ketua baru yaitu Jenderal Guillame – Henri Dufour.
Pada  bulan  Oktober  1863,  Komite  Tetap  Internasional  untuk  Pertolongan  Prajurit  yang  Terluka,  atas
bantuan  Pemerintah  Swiss,  berhasil  melangsungkan  Konferensi  Internasional  pertama    di  Jenewa  yang  dihadiri
perwakilan  dari  16  negara  (Austria,  Baden,  Beierem,  Belanda,  Heseen-Darmstadt,  Inggris,  Italia,  Norwegia,  Prusia,
Perancis, Spanyol, Saksen, Swedia, Swiss, Hannover dan Hutenberg). Beberapa Negara  tersebut  saat  ini sudah menjadi
Negara bagian dari Jerman.
Adapun  hasil  dari  konferensi  tersebut,  adalah  disepakatinya  satu  konvensi  yang  terdiri  dari  sepuluh  pasal,
beberapa  diantaranya  merupakan  pasal  krusial  yaitu  digantinya  nama  Komite  Tetap  Internasional  untuk  Menolong Prajurit  yang  Terluka  menjadi  KOMITE  INTERNASIONAL  PALANG  MERAH  atau  ICRC  (International
Committeee  of  the Red Cross)  dan  ditetapkannya  tanda  khusus  bagi  sukarelawan  yang memberi  pertolongan  prajurit
yang luka di medan pertempuran yaitu Palang Merah diatas dasar putih.
Pada  akhir  konferensi  internasional  1863,  gagasan  pertama  Dunant  –  untuk  membentuk  perhimpunan  para
sukarelawan di setiap negara pun menjadi kenyataan. Beberapa perhimpunan serupa dibentuk beberapa bulan kemudian
setelah  berlangsungnya  konferensi  internasional  di  Wurttemburg,  Grand  Duchy  of  Oldenburg,  Belgia  dan  Prusia.
Perhimpunan  lain pun segera berdiri seperti di Denmark, Perancis,  Italy, Mecklenburgh-schwerin, Spain, Hamburg dan
Hesse. Pada waktu itu mereka disebut sebagai Komite Nasional atau Perhimpunan Pertolongan.
Selanjutnya, dengan dukungan pemerintah Swiss kembali, diadakanlah Konferensi Diplomatik yang dilaksanakan
di Jenewa pada tanggal 8 sampai 28 Augustus 1864. 16 negara dan empat institusi donor mengirimkan wakilnya. Sebagai
bahan  diskusi,  sebuah  rancangan  konvensi  disiapkan  oleh  Komite  Internasional.  Rancangan  tersebut  dinamakan
“Konvensi  Jenewa  untuk memperbaiki  kondisi  tentara  yang  terluka  di medan  perang”  dan  disetujui  pada  tanggal  22
Agustus 1864. Lahirlah HPI modern. Konvensi itu mewujudkan ide Dunant yang kedua, yaitu untuk memperbaiki situasi
prajurit  yang  terluka  pada  saat  peperangan  dan membuat  negara-negara memberikan  status  netral  pada  prajurit  yang
terluka dan orang-orang yang merawatnya yaitu personil kesehatan.

B. Komponen Gerakan
Liga Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
Pada  akhir  perang  dunia  pertama  sebagian  besar  daerah  di  Eropa  sangat  kacau,  ekonomi  rusak,  populasi
berkurang  drastis  karena  epidemi.  Sejumlah  besar  pengungsi  yang  miskin  dan  orang  yang  tidak  mempunyai
kewarganegaraan memenuhi benua  itu. Perang  tersebut  sangat  jelas menunjukkan perlunya kerjasama yang kuat  antara
perhimpunan Palang Merah yang karena aktivitasnya dalam masa perang dapat menarik  ribuan  sukarelawan. Henry P.
Davison, Presiden Komite Perang Palang Merah Amerika, mengusulkan pada konferensi internasional medis (April 1919,
Cannes, Perancis) untuk “mem-federasikan perhimpunan palang merah dari berbagai negara menjadi sebuah organisasi
setara  dengan  liga  bangsa-bangsa;  dalam  hal  peperangan  dunia  untuk memperbaiki  kesehatan, mencegah  penyakit  dan
mengurangi penderitaan.”
Liga Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah1
 kemudian secara formal terbentuk dengan markas
besarnya di Paris oleh Perhimpunan Palang Merah dari Perancis,  Inggris,  Itali, Jepang, Amerika Serikat pada  tanggal 5
Mei 1919 dengan  tujuan utama memperbaiki kesehatan pada negara-negara yang  telah sangat menderita setelah perang.
Liga  itu  juga  bertujuan  untuk  „memperkuat  dan menyatukan  aktivitas  kesehatan  yang  sudah  ada  dalam  Perhimpunan
Palang Merah dan  untuk mempromosikan pembentukan perhimpunan baru.‟ Bagian penting dari  kerja Federasi  adalah
menyediakan dan mengkoordinasi bantuan bagi korban bencana alam dan epidemi. Sejak 1939 markas permanennya telah
berada di Jenewa. Pada  tahun 1991, keputusan diambil untuk merubah nama Liga Perhimpunan Palang Merah menjadi
Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah atau IFRC (International Federation of
the Red Cross and Red Crescent Societis).
Selanjutnya,  baik  IFRC,  ICRC  dan Perhimpunan Nasional, merupakan  bagian  dari  komponen Gerakan Palang
Merah  dan  Bulan  Sabit  Merah  atau  biasa  disebut  dengan  ”Gerakan”  saja.  Komponen  Gerakan  dalam  menjalankan
tugasnya sesuai Prinsip Dasar dan mandat masing-masing sebagaimana yang disebut dalam Statuta Gerakan.

ICRC
Sebagai  sebuah  lembaga  swasta  dan mandiri,  ICRC  bertindak  sebagai  penengah  yang  netral  antara  dua  negara
yang berperang  atau bermusuhan dalam konflik bersenjata  Internasional, konflik bersenjata non-Internasional dan pada
kasus-kasus  kekerasan  internasional.  Selain  itu,  juga  berusaha  untuk menjamin  bahwa  korban  kekerasan  di  atas,  baik
penduduk sipil maupun militer, menerima perlindungan dan pertolongan.
Pada kasus-kasus konflik bersenjata Internasional maupun non-Internasional, aksi kemanusiaan ICRC didasarkan
pada  Konvensi  dan  protokol-protokolnya.  Ini  alasan  mengapa  kita  mengatakan  bahwa  sebuah  mandat  khusus  telah
dipercayakan kepada ICRC oleh komunitas negara-negara peserta konvensi tersebut. Pada kasus-kasus kekerasan internal,
ICRC bertindak berdasar pada hak inisiatif kemanusiaan seperti tercantum dalam Statuta Gerakan.
ICRC  adalah pelindung Prinsip-prinsip Dasar Gerakan dan pengambil keputusan  atas pengakuan perhimpunan-
Perhimpunan  Nasional,  dimana  dengan  itu  mereka  menjadi  bagian  resmi  dari  Gerakan.  ICRC  bekerja  untuk
mengembangkan HPI, menjelaskan, mendiseminasikan dan mempromosikan Konvensi Jenewa. ICRC juga melaksanakan
kewajiban yang ditimpakan padanya berdasarkan Konvensi-konvensi tersebut dan memastikan bahwa konvensi-konvensi
itu dilaksanakan dan mengembangkannya apabila perlu.

Perhimpunan Nasional 
Perhimpunan Nasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah adalah organisasi kemanusiaan yang ada di setiap
negara  anggota  penandatangan Konvensi  Jenewa. Tidak  ada  negara  yang  dapat memiliki  lebih  dari  satu  Perhimpunan :
1.Pada saat itu, beberapa negara dimulai dari kerajaan Ottonam (Turki), sudah menggunakan Lambang Bulan Sabit Merah sebagai Lambang perhimpunan nasionalnya.
 Nasional sebelum sebuah perhimpunan baru disetujui oleh  ICRC dan menjadi  anggota Federasi, beberapa syarat ketat harus dipenuhi. Menurut Statuta Gerakan, Perhimpunan Nasional yang baru didirikan, harus disetujui oleh ICRC. Untuk dapat memperoleh persetujuan dari ICRC, sebuah Perhimpunan Nasional harus memenuhi 10 syarat yaitu:
•  Didirikan disuatu Negara Peserta Konvensi Jenewa 1949
•  Satu-satunya Perhimpunan PM/BSM Nasional di Negaranya 
•  Diakui oleh Pemerintah Negaranya
•  Memakai nama dan lambang Palang Merah atau Bulan Sabit Merah
•  Bersifat mandiri
•  Memperluas kegiatan di seluruh wilayah
•  Terorganisir dalam menjalankan tugasnya dan dilaksanakan diseluruh wilayah negaranya
•  Menerima anggota tanpa membedakan latar belakang
•  Menyetujui Statuta Gerakan
•  Menghormati Prinsip-prinsip Dasar Gerakan dan menjalankan tugasnya sejalan dengan prinsip-prinsip HPI

IFRC
Seluruh  Perhimpunan Nasional  adalah  anggota  dari  IFRC.  Badan  ini mendukung  aktivitas  kemanusiaan  yang dilaksanakan  oleh Perhimpunan Nasional  atas  nama  kelompok-kelompok  rentan  dan  bertindak  sebagai  juru  bicara  dan sebagai  wakil  Internasional  mereka.  Federasi  mendukung  Perhimpunan  Nasional  dan  ICRC  dalam  usahanya  untuk
mengembangkan dan menyebarluaskan pengetahuan tentang HPI dan mempromosikan Prinsip-prinsip Dasar Gerakan.